KONSEP
DASAR IPS
A.
Pengertian
IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yang
dalam bahasa Inggris disebut Social
Studies, memiliki banyak definisi, yaitu sebagai berikut:
1.
Bining
dan Bining (1952) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
adalah studi ientegratif dari disiplin-disiplin ilmu-ilmu sosial dan
kemanusiaan yang bertujuan meningkatkan kompetensi kewargaan khususnya lagi
adalah untuk membantu masyarakat (dewasa) membangun kemampuan membuat keputusan
bagi masyarakat luas dalam masyarakat plural dan demokratis.
2.
Ischak,
SU,
dkk menyatakan bahwa IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah,
menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari
berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.
3.
Sumantri
(1988) mengatakan bahwa pendidikan IPS adalah suatu penyederhaan disiplin
ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta
masalah-masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah
dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
4.
Depdiknas
(2002) memberikan definis bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah,
antropologi, sosiologi dan tata negara dengan menampilkan permasalahan
sehari-hari masyarakat sekeliling.
5.
Wiyono
(1995) juga berpendapat bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari
manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat. Materi
pendidikan IPS di SLTP sebagaimana dikatakan Saidihardjo (1997) adalah bersumber dari ilmu-ilmu sosial seperti
yang disajikan pada tingkat universitas, hanya karena pertimbangan tingkat
kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan pendidikan
disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk tujuan
institusional pendidikan dasar dan menengah. Hal ini senada dengan Wiyono (1995) bahwa ilmu-ilmu sosial
merupakan sumber atau dasar disiplin ilmu dari materi atau isi pengajaran IPS.
6. National Council for
Social Studies (NCSS) atau Dewan Nasional untuk
Sosial Studi (1993), memberikan definisi
Social studies is the integrated study of the social sciences
and humanities to promote civic competence. Within the school program,social
studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as
antrophology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy,
political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate
content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary
purpose of social studies is to help young people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a
culturally diverse,democratic society in an interdependent world.
(Ilmu pengetahuan sosial adalah studi terintegrasi tentang
ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk membentuk warga negara yang
baik/berkompeten. Program IPS di sekolah merupakan gambaran kajian sistematis
dan koordinatif dari disiplin ilmu-ilmu sosial seperti antrophology, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu pengetahuan politis,
psikologi, agama, dan sosiology, juga yang bersumber dari humaniora,
matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Tujuan utama dari ilmu pengetahuan
sosial adalah untuk membantu generasi muda mengembangkan kemampuannya untuk
membuat keputusan-keputusan yang beralasan dan sebagai warga negara yang
bertanggung jawab pada suatu masyarakat yang berbeda budaya, masyarakat
democratic dunia yang saling tergantung).
Berikut beberapa definisi yang lain:
1. The social studies is an integration of experience and
knowledge concerning human relations for the purpose of citizenship education (Barr, 1977: 69)
(Studi sosial adalah satu pengintegrasian
pengalaman dan pengetahuan mengenai hubungan antar manusia untuk tujuan
pendidikan kewarganegaraan)
2. The social studies is that part of the elementary and high
school curriculum wich has the primary responsibility for helping students to
develop the knowledge, skills, attitudes, and values needed to participate in
the civic life of their local communities, the nation, and the world (Banks, 1990:3)
(Ilmu pengetahuan sosial adalah bagian dari
kurikulum SD dan sekolah menengah yang mempunyai tanggung jawab utama untuk
membantu para siswa untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan,
sikap-sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengambil bagian di dalam
kehidupannnya sebagai warganegara atau warga masyarakat-masyarakat di tingkat
lokal, nasional, dan dunia)
3. Social studies is an area of the curriculum deriving its goals
from the nature of citizenship in a democratic society with links to other
societies. Drawing its content from the social sciences and other disciplines,
it also incorporates the personal and social experiences of students and their
cultural heritage. It links factors outside the individual, such as cultural
heritage, with factors inside the individual, particularly the development and
use of reflective thinking, problem solving, and rational decision making
skills, for the purpose of creating involvement in social action (Cynthia Szymanski
Sunal, Mary E Haas:1993:7).
(Ilmu pengetahuan sosial adalah satu bagian
kurikulum yang bersumber dari sifat kewarganegaraan di suatu masyarakat yang
demokratis dalam kaitannya dengan masyarakat yang lain. Isi nya terdiri dari
ilmu-ilmu sosial dan disiplin-disiplin lain, serta pengalaman-pengalaman sosial
dan pribadi dari para siswa dan warisan budaya mereka. hubungan faktor-faktor
di luar individu itu, seperti warisan budaya, faktor-faktor pengalaman diri
siswa, terutama sekali dalam rangka pengembangan dan penggunaan pemikiran yang cemerlang,
pemecahan masalah, dan ketrampilan membuat keputusan rasional, untuk tujuan
menciptakan keterlibatan di dalam tindakan sosial)
Memperhatikan beberapa
definisi IPS (social studies)
tersebut di atas, sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara pada umumnya,
bahwa pengertian pendidikan IPS kadang terjadi perbedaan penafsiran oleh para
ahli ilmu-ilmu sosial dan ahli IPS (studi sosial), serta ahli pendidikan pada
umumnya. Namun perlu diketahui, bahwa tidak ada bedanya atau apa yang
diistilahkan dengan studi sosial di
negara-negara yang berbahasa Inggris itu sama dengan IPS di negara Indonesia.
Oleh karena itu, sifat IPS sama dengan Studi sosial yaitu, praktis, interdisipliner dan
diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. IPS yang diajarkan
pada pendidikan dasar dan menengah, menjadi dasar pengantar bagi mempelajari
IPS/studi sosial ataupun ilmu sosial di Perguruan Tinggi. Bahkan dalam kerangka
kerjanya dapat saling melengkapi. Dengan
demikian, antara ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial ternyata
terdapat kaitan satu sama lainnya, sehingga terdapat persamaan dan perbedaan.
Untuk lebih mudah memahami persamaan dan perbedaanya dapat dilihat pada bagan
berikut:
Ilmu
sosial (social science)
|
Perbedaan
|
Studi
sosial/IPS (social studies)
|
Semua
ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya, atau semua bidang
ilmu yang me mpelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
|
Pengertian
|
Kajian
terpadu terhadap ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang dikemas secara sosial
psikologis untuk tujuan pendidikan
|
Hal-hal
yang berkenaan manusia dan kehidupannya meliputi semua aspek kehidupan
manusia sebagai anggota masyarakat
|
Ruang
lingkup
|
Program
pendidikan tentang ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang dikemas secara
psikologis terpadu dan interdisipliner untuk tujuan pendidikan
|
Aspek
kehidupan manusia yang dikaji secara disiplin atau spesialisasi keilmuan.
|
Objek
|
Aspek
kehidupan manusia yang dikaji secara menyeluruh atau sebagian untuk tujuan
pendidikan dan tidak melahirkan bidang ilmu
|
Menciptakan
tenaga ahli (expert) pada bidang
ilmu sosial
|
Tujuan
|
Membentuk
warga negara yang baik dan tangguh
|
Pendekatan
disipliner
|
Pendekatan
|
Interdisipliner,
multidisipliner dan terpadu.
|
Tingkat
universitas/ akademik
|
Tempat
pembelajaran
|
Tingkat
sekolah (SD s/d SLTA) dan LPTK.
|
Akan tetapi beberapa
penafisiran tersebut masih dapat ditarik kesamaan sehingga definisi pendidikan
IPS yang lazim di Indonesia yaitu:
1.
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk
tujuan pendidikan (Somantri, 2001: 92).
2.
Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001:
92).
Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan
sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep
ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan (membentuk warga negara yang
memiliki kompetensi sosial baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun
sebagai warga negara atau warga dunia. Melalui pendidikan IPS diharapkan dapat
membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan sosial, humaniora, memiliki
kepekaan dan kesadaran sosial di lingkungannya, serta memiliki ketrampilan
dalam mengkaji dan memecahkan masalah sosial dalam kehidupannya, sehingga
akhirnya diharapkan dapat menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab.
B.
Ruang Lingkup IPS
Sebagai bidang pengetahuan,
ruang lingkup IPS tidak dapat tidak, yaitu kehidupan manusia dalam masyarakat
atau manusia sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan manusia dalam
konteks sosialnya. Selanjutnya IPS sebagai program pendidikan, ruang lingkupnya
sama dengan yang telah diutarakan diatas, namun ditambah dengan nilai-nilai
yang menjadi karakter pendidikannya. IPS sebagai bidang pengetahuan, bisa saja dinyatakan
sebagai bidang yang “bebas nilai”. Namun sebagai program pendidikan, IPS itu
tidak hanya terkait dengan nilai, bahkan wajib mengembangkan nilai tersebut.
Berdasarkan uraian
tersebut, ruang lingkup IPS sebagai pengetahuan, sebagai pokoknya adalah
kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosialnya. Ditinjau
dari aspek-aspeknya; ruang lingkup tersebut meliputi: hubungan sosial, ekonomi,
psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi dan aspek politik. Dari ruang
lingkup kelompoknya meliputi: keluarga, rukun tetangga, rukun kampung, warga
desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa. Ditinjau dari ruangnya,
meliputi tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan dari
proses interaksi sosialnya, meliputi interaksi dalam bidang kebudayaan, politik
dan ekonomi. Tiap unsur yang menjadi
subsistem dari ruang lingkup tersebut, berkaitan satu sama lain sebagai
cerminan kehidupan sosial manusia dalam konteks masyarakatnya.
IPS sebagai program
pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan justru wajib
mengembangkan nilai tersebut. Nilai-nilai apakah yang wajib dikembangkan IPS
sebagai program pendidikan itu?
1. Nilai
Edukatif
Salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan
pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah
yang lebih baik. Perilaku itu meliputi aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotor.
2. Nilai
Praktis
Proses pembelajaran IPS harus selalu dikaitkan dengan
realitas kehidupan manusia secara prkatis, tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung bernilai praktis serta
strategis membina SDM sesuai dengan kenyataan hidup hari ini, terutama untuk
masa-masa yang akan datang.
3. Nilai
Teoritis
Membina peserta didik hari ini adalah proses
perjalanannya diarahkan untuk menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu
pendidikan IPS tidak hanya membahas kanyataan, fakta dan data yang
terlepas-lepas melainkan lebih jauh dari pada itu menelaah keterkaitan suatu
aspek kehidupan sosial dengan yang lainnya. Peserta didik dibina dan
dikembangkan kemampuan nalarnya kearah dorongan mengetahui sendiri kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali
sendiri dilapangan (sense of discovery).
Kemampuan menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan berbagai pernyataan (sense of inquiry) mereka dibina serta
dikembangkan. Dengan demikian kemampuan mereka mengajukan hipotesis dan
dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan juga dikembangkan. Dengan perkataan
lain, kemampuan mereka berteori dalam pendidikan IPS dibina dan dikembangkan.
4. Nilai
Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS secara bertahap dan keseluruhan
sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik, dapat mengembangkan
kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Melalui
proses yang demikian, peserta didik dikembangkan kesadaran dan pengahayatannya
terhadap keberadaannya ditengah-tengah masyarakat, bahkan juga ditengah-tengah
alam raya ini.
5. Nilai
Ketuhanan
Kenikmatan kita sebagai manusia mampu menguasai IPTEK,
menjadi landasan kita mendekatkan diri dan meningkatkan IMTAK kepadanya.
Kekaguman kita manusia kepada segala ciptaannya, baik berupa fenomena fisikal
alamiah maupun berupa fenomena kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang
strategis sebagai bangsa yang berpancasila. Pendidikan IPS dengan ruang lingkup
dan aspek kehidupan sosial yang begitu luas cakupannya, menjadi landasan kuat
penanaman dan pengembangan nilai ketuhanan yang menjadi kunci kebahagiaan kita
manusia lahir bathin. Nilai ketuhanan ini menjadi landasan moral-moralitas SDM
hari, terutama untuk masa yang akan datang.
C.
Karakteristik IPS
Pendidikan
IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah kelas 1 s/d 12, mungkin lebih
sulit dalam pembelajarannya ketimbang yang monodisiplin seperti membelajarkan
sejarah, geografi, ekonomi dsb. Karena membelajarkan IPS harus multidisiplin
dan interdisiplin, apalagi ini diajarkan sebagai mata pelajaran pada suatu
kelas yang di dalamnya terdiri dari banyak bidang sosial. Akan tetapi harus
disadari bahwa mengajar di tingkat sekolah tidak semendalam kalau mengajar
mahasiswa. Contoh guru SD mengajar semua mata pelajaran dalam satu kelas,
tetapi mereka mengajar tidak seperti mengajarkan materi untuk mahasiswa, bahan
itu harus sesederhana mungkin untuk kepentingan usia peserta didik. Oleh
karenanya untuk kelas tinggi (SMA) penyajiannya bisa secara separate discipline-based
class dalam suatu jurusan (IPS), dengan tetap saling memperhatikan
keterkaitannya, sehingga IPS tetap dapat dipahami dengan baik.
Ada dua
karakteristik utama IPS, yaitu:
a. Yaitu sebagai bidang kajian penelitian yang ditujukan untuk
membentuk warga negara yang baik, dan
b. Kajian terpadu terhadap banyak penelitian.
Akan tetapi secara
rinci karekateristik pendidikan IPS menurut Banks (1990) adalah sebagai berikut:
1. Social studies programs
have as a major purpose the promotion of civic competence which is the
knowledge, skills, and attitude required of students to be able to assume ”the
office of citizen” (as Thomas Jefferson called it) in our democratic republic.
(Program pendidikan IPS mempunyai tujuan
utama membentuk warga negara yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan-ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan siswa dalam suatu masyarakat
yang demokratis.)
2.
Social studies programs help students construct a knowledge base
and attitude drawn from academic disciplines as specialized ways of viewing
reality. (Program pendidikan IPS membantu siswa
dalam mengkonstruk pengetahuan dan sikap dari disiplin akademik sebagai suatu
pengalaman khusus).
3. Social studes programs
reflect the changing nature of knowledge, fostering, entirely new and highly
integrated approaches to resolving issues of significance to humanity.
(Program pendidikan IPS mencerminkan
perubahan pengetahuan, mengembangkan sesuatu yang baru dan menggunakan pendekatan
terintegrasi untuk memecahkan isu secara manusiawi)
Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran IPS secara umum merupakan
pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi sosial. Artinya pusat perhatian
utama pembelajaran IPS adalah pengembangan murid sebagai aktor sosial yang
cerdas, tidak berarti dan memang tidak bisa hanya dikembangkan aspek kecerdasan
rasionalnya (rational intelegence)(Goleman:1996).
Dia juga menegaskan bahwa kedua kecerdasan itu sama memiliki kontribusi
terhadap keberhasilan seseorang, dalam masyarakat masing-masing diperkirakan
20% kecerdasan rasional dan 80% kecerdasan emosional.
D.
Sejarah Perkembangan IPS
Pertama
kali Social Studies dimasukkan secara
resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827,
atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai
dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan
dimasukannya social studies (IPS) ke
dalam kurikulum sekolah karena berbagai ekses akibat industrialisasi di
berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku
manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin
maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks.
Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses
negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut.
Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak
hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga
dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat
sekolah.
Program
pendidikan antar disiplin (interdiscipline)
di tingkat sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif
dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah yang diharapkan. Bahkan
program pendidikan ini di samping sebagai bentuk internalisasi dan transformasi
pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia
yang siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek di
masa datang.
Oleh
karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social studies (IPS) dalam kurikulum sekolah di beberapa negara
lain juga memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat
berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga
berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya
ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa
dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan
negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan
selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865
di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai
terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit
untuk menjadi satu bangsa.
Selain
itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan
dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut
menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara
bagian Wisconsin pada tahun 1892.
Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional
dari The National Education Association
memberikan rekomendasi tentang perlunya social
studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah
menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social
studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah,
geografi dan civics. Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap
situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi
oleh keinginan para pakar pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah
meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa:
1.
Menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan
menjalankan hak-hak dan kewajibannya;
2.
Dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus
menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi
sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.
Pertimbangan
lain dimasukkannya social studies ke
dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana
kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan lanjut dan
pengorganisasian materi social studies.
Agar materi pelajaran social studies
lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah,
bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan
atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta
lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami
karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran
yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Jadi
Social studies yang dalam istilah
Indonesianya disebut Pendidikan IPS, dalam perjuangannya tentang eksistensi
terdapat dalam “The National Herbart
Society papers of 1896-1897” yang menegaskan bahwa Social Studies sebagai delimiting
the social sciences for pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial
untuk kepentingan pedagogik/ mendidik). Memperhatikan pentingnya social studies bagi generasi muda,
istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan oleh beberapa negara
bagian di Inggris dan Amerika untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu
sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam
dokumen “Statement of the Chairman of
Commitee on Social studies”(pernyataan ketua komite social studies) yang
dikeluarkan oleh Comittee on Social
Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization of social
sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus
dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki
kesejahteraan umat manusia). Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS
dalam kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki kepedulian
terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan usahanya
agar social studies bisa
diaplikasikan untuk program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk
organisasi profesi social studies.
Kemudian
pada tahun 1921, berdirilah “National
Council for the Social Studies” (NCSS),(dewan nasional untuk social
studies) sebuah organisasi profesional yang secara khusus membina dan
mengembangkan social studies pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin
ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan
syntectic.
Pada
waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi yang akan memaksimalkan
hasil-hasil pendidikan bagi tujuan kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS
sebelumnya. Sehingga baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya
berbasis intelektual-keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan
penelitian tentang social studies,
yang mengharapkan perlunya perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan harapan dapat
membantu anak didik menjadi warga negara yang baik. Pada pertemuan pertama
tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa
“Social sciences as the core of the
curriculum” (kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada
perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertian social studies yang paling berpengaruh
hingga akhir abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley pada tahun 1937. Wesley
menyatakan bahwa “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical
purposes”.artinya; IPS adalah ilmu sosial yang disederhanakan untuk
tujuan pedagogis (mendidik).
Definisi
tersebut menjadi lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi
“resmi” social studies oleh “the united states of education’s standard
terminology for curriculum and instruction”(standar terminologi untuk
kurikulum dan intruction pendidikan Amerika Serikat) hingga NCSS mengeluarkan
definisi resmi yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi,
dan mencakup disiplin ilmu yang semakin luas. Sehingga pada tahun 1993 NCSS
merumuskan social studies sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences
and humanities to promote civic competence. Within the school program, social
studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as
antrophology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy,
political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate
content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary
purpose of social studies is to help young people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a
culturally diverse,democratic society in an interdependent world.
Memandang
perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara,
terutama di Amerika, Inggris, dan berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang
ke berbagai negara di Australia dan Asia termasuk Indonesia.
Latar
belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan
pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang
sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi
nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan
berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan program pendidikan
sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat,
berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.
Oleh
karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu
Pengetahuan Sosial) sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia,
dan pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam
laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai,
yaitu :
1.
Pengetahuan Sosial
2.
Studi Sosial
3.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep
IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada tahun
1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PSSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program
pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui
pelajaran sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di
tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang serumpun digabung
ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975
tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Sejak
pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim
Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam
bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1.
Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar.
2.
Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3.
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
4.
Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber
daya dan dana.
5.
Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga
produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Oleh
karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi
prioritas. Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan
untuk mengatasi dan menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia.
Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum
sekolah di Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum
pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut
:
1.
Berorientasi pada tujuan
2.
Menganut pendekatan integratif
3.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI).
5.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan
latihan.
Konsep
pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu :
1.
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara
sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
2.
Pendidikan IPS terpadu untuk SD
3.
Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS
sebagai konsep payung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
4.
Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran
sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG,
dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK.
Konsep
pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara
konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam
aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP. Dalam Kurikulum 1984, PPKn merupakan
mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU.
Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
1.
Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
2.
Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan
ekonomi koperasi.
3.
Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum
di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III
program IPS.
Dimensi
konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian
pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum
Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di
Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah
satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS.
Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan
Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS
sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a. Versi
PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi
dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
pendidikan.
b.
Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin
Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP, STKIP), direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP, STKIP), direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk
keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang
memiliki komitmen terhadap social studies
atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka
berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih
jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial diajarkan di
tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi
atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu sosial di
tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai diajarkan. Program
pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu
untuk pembelajaran IPS di tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan
secara terpisah antar cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan
keterhubungannya antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya,
terutama dalam rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA.
Sementara
itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara
terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk pendidikan IPS
di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau mendidik calon guru di
tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara interdisipliner dan juga
secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang diperoleh nantinya
untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner
karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik
tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual Pendidikan IPS, dapat
diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
1.
Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
2.
Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau
JPIPS-STKIP/FKIP.
3. Kurikulum
dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
4.
Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
5.
Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
6.
Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
7.
Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.
Kurikulum
1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan pembenahan
atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan
keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus
globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya
pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat diadakannya serangkaian Rapat
Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari tahun 1986 sampai
1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya;
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya;
1) Perlunya
diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan,
2) Perlunya
persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi
sembilan tahun, dan
3) Perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan
perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial
untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi
program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan digabung dengan
Pendidikan kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan kewarganegaraan dan
pengetahuan sosial (PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn
dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli
pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya
pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan
kajiannya adalah sama yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap
diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.
Jadi
wajarlah kalau mata pelajaran PKn
hanya ada di Indonesia, sementara di negara lain disebut Civic education . IPS (social
studies) dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus
melakukan beberapa tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai
program pendidikan ilmu sosial di tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya
serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya, terutama oleh kelompok pakar HISPISI (Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia) dalam kongresnya
di beberapa tempat di Indonesia.
(ditulis
oleh Dr. H. Pargito, M.Pd pada
(dikutip
tanggal 20 september 2013)
E.
Hakekat IPS
Hakekat IPS adalah telaah
tentang manusia dan dunianya. Masyarakat sebagai suatu komponen inti dalam
interaksi sosial selalu menampilkan peran yang dinamis yang merupakan ciri kehidupan
masyarakat sebagai makhluk sosial, makhluk politik dan makhluk yang berbudaya.
Salah satu ciri kehidupan manusia sebagai makhluk sosial adalah timbulnya
interaksi antara satu dengan yang lainnya, kegiatan interaksi manusia tersebut
bertujuan untuk mencapai suatu sistem kehidupan sosial yang seimbang. Karena
itu pada hakekatnya ilmu pengetahuan sosial bertujuan membangun kehidupan
sosial yang lebih baik atau dengan kata lain, kejadian-kejadian yang ada dalam
masyarakat secara langsung akan membentuk pengetahuan sosial seseorang.
Hakekat
IPS Sebagai Program Pendidikan
Sesuai dengan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh
manusia dalam kehidupan, terutama tantangan yang dihadapi oleh peserta didik di
hari-hari mendatang, maka IPS bertujuan membina anak didik menjadi warga negara
yang baik, yang memiliki pengetahuan ketrampilan dan kepedulian sosial yang
berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara. Selain memiliki
tujuan, IPS juga memiliki fungsi yang sangat penting. Sebagai program
pendidikan, IPS tidak hanya semata-mata membekali peserta didik dengan
pengetahuan yang membebani mereka, melainkan membekali mereka dengan
pengetahuan sosial yang berguna yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya pendidikan IPS juga berfungsi mengembangkan
ketrampilan, terutama ketrampilan sosial dan ketrampilan intelektual.
Ketrampilan sosial adalah ketrampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong royong, menolong
orang lain yang memerlukan, dan melakukan tindakan secara cepat dalam
memecahkan persoalan sosial di masyarakat. Sedangkan ketrampilan Intelektual,
yaitu ketrampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat
tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat dan bermasyarakat.
Jadi secara singkat, dapat
dikemukakan bahwa fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu membekali anak didik
dengan pengetahuan sosial yang berguna, ketrampilan sosial dan intelektual,
dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM Indonesia yang
bertanggung jawab merealisasikan tujuan nasional.
Sumber Bacaan
a. Referensi Utama
1.
Dadang
Supardan. 2009. Pengantar Ilmu Sosial
(sebua kajian pendekatan struktural).
Jakarta. PT Bumi Aksara.
2.
Ischak,.SU.
dkk. 2003. Pendidikan IPS di SD.
Jakarta. Universitas Terbuka.
3.
Lif
Khoiru Ahmadi, dan Sofan Amri. 2011. Mengembangkan
pembelajaran IPS terpadu. Jakarta. PT. Prestasi Putrakarya.
4.
Nursid
Sumaatmadja, dkk. 2003. Konsep Dasar IPS.
Jakarta. Universitas Terbuka.
5.
Tasrif.
2009. Pengantar pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Yogyakarta. Genta Press.
6.
Arnie
Fajar. 2005. Portofolio Dalam
Pembelajaran IPS. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
b. Referensi Tambahan
(dikutip
tgl 20 september 2011)